!Dua kebakaran sumur minyak ilegal terbakar beruntun di areal lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Hindoli, Kecamatan Keluang, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba). Terjadi pada Minggu malam (26/1), dan Senin pagi (27/1).
Rapat-rapat sejak tahun lalu mengenai penataan pengelolaan minyak ilegal di tingkat Kabupaten Muba, Provinsi Sumsel, hingga di tingkat pusat, belum juga membuahkan hasil. Peraturan presiden (perpres) yang disebut-sebut sedang digodok, masih belum ada kejelasan.
Aparat penegak hukum mengaku tidak bisa berbuat banyak. Sebab bukan hanya terjadi di satu titik, wilayah HGU Hindoli. “Permasalahan illegal drilling tidak hanya terjadi di Hindoli, tetapi di seluruh wilayah Musi Banyuasin,” kata Kapolres Muba AKBP Listiyono Dwi Nugroho SIK MH, Rabu (29/1).
Tidak cukup penegakan hukum, dalam penanganan illegal drilling ataupun illegal refinery di Kabupaten Muba. Namun Listiyono telah menginstruksikan tindakan hukum terhadap kasus ini. “Kalau masalah kebakaran, sudah saya suruh proses itu,” tegas lulusan Akpol 2004 tersebut.
Dia menambahkan, pihaknya telah melakukan rapat dengan pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) untuk membahas langkah penertiban. Keputusan akhir dari tingkat provinsi, masih dinanti sekarang ini.
“Kami juga terus menunggu kapan provinsi mendukung pasukan dan anggaran, untuk penertiban minyak ilegal ini,” harapnya. Sebab, jumlah personel Polres Muba dan polsek jajarannya tidak mencukupi untuk menindak seluruh lokasi pengeboran ilegal. Anggaran Polres juga terbatas.
Menurutnya, selain penertiban, pemerintah juga perlu memperhatikan kondisi masyarakat yang bergantung pada aktivitas minyak ilegal sebagai sumber penghidupan. “Mereka terpaksa menjalani pengelolaan minyak ilegal, karena tidak ada pekerjaan lain,” sebutnya.
Jumlahnya pun tidak sedikit, tapi ribuan orang. Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga bergeliat. Berjualan melayani warga mengelola minyak itu. Tanpa solusi ekonomi yang jelas bagi masyarakat, illegal drilling akan tetap berlangsung.
“Masyarakat akan tetap mengelola minyak ilegal meskipun harus kehilangan jiwa,” ucap Listiyono. Kemudian perlunya tata kelola pengeboran minyak ini, seperti dibentuk koperasi dalam pengelolan minyak dan ditampung Pertamina.
Lalu dilakukan pendampingan rakyat dan diberi perlengkapan yang layak. Sehingga pengelola minyak tidak mengancam jiwa dan merusak lingkungan. Kabupaten Muba juga mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Bila ini bisa dilakukan, menjadi PAD Muba dan otomatis segala bentuk oknum tidak ada lagi. ” “Kini telah disiapkan Peraturan Presiden (Perpres) menata pengelolaan minyak di Kabupaten Muba,” klaimnya.
Peristiwa ini kembali menjadi pengingat, bahwa masalah pengeboran minyak ilegal di Musi Banyuasin, bukan sekadar isu hukum. Tapi juga persoalan sosial dan ekonomi. yang membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak.
“Pemerintah harus berikan pilihan pekerjaan baru bagi rakyat, karena mereka hanya mencari uang demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga,” imbuh Listiyono.
Apalagi dalam rapat di Kantor Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian RI, Selasa (19/11/2024), disebutkan setidaknya terdeteksi 7.721 sumur minyak ilegal, yang dikelola 231 ribu masyarakat.
Sementara dari website Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Muba, jumlah penduduk Muba tahun 2023 sebanyak 707.290 jiwa berdasarkan data yang terakhir diperbarui 12 Juni 2024.
Itu artinya jumlah pemain minyak ilegal di Kabupaten Muba sebanyak 32,6 persen dari total jumlah penduduknya. Jadi sumber penghidupan masyarakat Bumi Serasan Sekate, meski kegiatan penambangan minyak ini melanggar hukum.
Belum lama ini, Penjabat (Pj) Bupati Muba H Sandi Fahlepi, menyatakan terus komitmen untuk menyelesaikan persoalan kerusakan lingkungan akibat illegal drilling dan illegal refinery, di wilayah Kabupaten Muba.
“Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus. Karena menyangkut dampak lingkungan dan keselamatan warga Muba. Apalagi setelah kejadian ledakan yang membakar serta mencemari Sungai Dawas,” ujar Sandi
Salah satu kendala yang dihadapi dalam tata kelola sumur minyak masyarakat, adalah revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua, yang masih dalam proses di Kementerian.
Sandi menjelaskan bahwa konsep tata kelola yang telah disiapkan meliputi beberapa aspek. Termasuk tata kelola keselamatan kerja dan lingkungan hidup, serta tata kelola kontrak jasa dan perjanjian kerja sama.
Sandi juga menyoroti pentingnya penguatan kapasitas kelompok masyarakat dan akses terhadap pemodalan serta kredit lunak bagi pemilik sumur minyak. “Kami yakin rencana tata kelola ini sudah mengakomodir perlindungan masyarakat dan lingkungan di Muba,” tegasnya.
Sebelumnya, rapat permasalahan illegal drilling dan illegal refinery yang marak di areal lahan HGU PT Hindoli, di wilayah Kecamatan Keluang, sudah dibahas khusus pada 23 Desember 2024 lalu. Menurut Pj Gubernur Sumsel Elen Setiadi, tentu yang pertama harus ditegaskan itu, adalah selesaikan regulasinya.
Bagaimanapun juga, harus memiliki dasar hukum yang kuat. “Empat bulan yang lalu sudah kita bicarakan ini, Satgas kita tertibkan lagi. Nanti kita bicarakan lagi dengan Kapolda (Kapolda Sumsel) dan Panglima (Pangdam II Sriwijaya),” ucap Elen, usai rapat di Hotel Santika Premiere Bandara Palembang, Senin (23/12/2024).
Tindakan yang akan dilakukan, harus diperhitungkan dengan baik. Difokuskan dalam menyelesaikan ilegalnya, dimana permasalahannya berada di areal lahan PT Hindoli. “Kita bicara menyelesaikan persoalan illegal drilling. Dalam konteks bukan membela PT Hindoli tapi, menyelesaikan ilegal drilling-nya. Mau tidak mau harus ada penegakan hukum,” tegasnya
Selain itu, sambung Elen, dalam penertiban ini waktu juga harus dipertimbangkan dengan baik. Pembiayaan mau tidak mau harus ditanggung pemerintah, dan dukungan dari pihak lain perlu juga. “Yang harus kita cegah, melakukan tindakan hukum dan lainnya. Perlu pendampingan masyarakat, terus kita lakukan langkah-langkah yang lain,” sebutnya.
Dalam rapat itu, pihak PT Hindoli menyampaikan ada lebih kurang 219 titik sumur minyak ilegal di area lahan HGU PT Hindoli. Beberapa langkah juga sudah dilakukan dengan peninjauan bersama dengan tim gabungan Forkopimda Pemkab Muba dan PT Hindoli.
Terbakarnya tempat illegal drilling di lahan PT Hindoli, sudah berulang kali terjadi. Seperti daerah A3 Desa Mekar Jaya, Kecamatan Keluang, Muba, Sabtu (26/10/2024), sekitar pukul 17.00 WIB. Kemudian, Sabtu (12/10/2024) sekitar pukul 22.00 WIB, terbakar juga sumur minyak ilegal di lahan HGU PT Hindoli, Desa Tanjung Dalam, Kecamatan Keluang, Kabupaten Muba. Sabtu pagi (14/8/2024), juga terbakar lagi.
Dalam bulan Desember 2024, viral beruntun sumur minyak ilegal terbakar di areal perkebunan kelapa sawit pada lahan HGU PT Hindoli, di Desa Tanjung Dalam, Kecamatan Keluang, Kabupaten Muba.
Seperti Minggu malam (15/12), setidaknya ada 2 titik sumur minyak ilegal yang terbakar. Senin pagi (16/12), kebakaran meluas ke 3 titik sumur minyak lainnya. Jarak sumur yang terbakar dalam dua kejadian tersebut, sekitar 100 meter. Pohon sawit milik PT Hindoli turut hangus terbakar. Apalagi kolam-kolam terpal tempat penampungan minyak dari para pengebor sumur minyak ilegal tersebut.
Bahkan dari dua kejadian itu, diantaranya terdapat korban luka bakar yang sudah dibawa ke RSUD Sungai Lilin. Terkait kejadian ini, aparat Unit Reskrim Polsek Keluang menangkap M Nur (48). Yohan menyebut kebakaran tersebut diduga kuat akibat percikan api dari knalpot sepeda motor yang melintas di dekat sumur minyak ilegal.
Api dari knalpot menyambar bak penampungan minyak, menyebabkan ledakan besar yang menghanguskan sejumlah peralatan di lokasi. Setelah dilakukan penyelidikan intensif, diketahui pemilik sumur ilegal tersebut adalah M Nur, warga Keluang.
Kepada tersangka, penyidik mengenakannya Pasal 52 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dalam Pasal 40 Angka Ke-7 UU RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 02 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU jo Pasal 188 KUHP.(Es)
Komentar